Dua Presiden BEM Terluka, Korban Kekerasan Aparat Saat Demo

Dua Presiden BEM

On The Street News – thegardenbarnhouse.com – Dua Presiden BEM Terluka, Korban Kekerasan Aparat Saat Demo. Pada tanggal 22 Agustus 2024, dua Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dari universitas ternama di Jakarta dilarikan ke Rumah Sakit Bhakti Mulia, KS Tubun, Palmerah, setelah diduga mengalami kekerasan dari aparat kepolisian. Insiden tersebut terjadi saat mereka bersama ratusan mahasiswa lainnya menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Aksi tersebut bertujuan untuk menyampaikan aspirasi terkait penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada yang dianggap merugikan demokrasi dan mengurangi hak-hak masyarakat dalam memilih pemimpin daerah secara langsung.

Kronologi Kejadian

Di depan gedung DPR, ribuan mahasiswa dari berbagai universitas menggelar aksi damai sejak pagi untuk menolak RUU Pilkada. Para demonstran menilai bahwa RUU ini merupakan upaya untuk menentang putusan MK dan mengurangi hak pilih rakyat. Para mahasiswa menuntut agar DPR menghentikan pembahasan RUU tersebut dan lebih mendengarkan aspirasi rakyat.

Namun, situasi mulai memanas ketika para demonstran mencoba mendekati gerbang Gedung DPR. Aparat kepolisian yang berjaga di lokasi memberikan peringatan agar demonstran tidak mendekati area terlarang. Ketegangan semakin meningkat, dan bentrokan antara mahasiswa dan aparat keamanan tidak dapat dihindari. Selama kekacauan berlangsung, aparat telah melakukan tindakan kekerasan dengan memukuli dan menyeret kedua Presiden BEM.

Kondisi Korban dan Penanganan Medis

Rekan-rekan mereka segera membawa kedua Presiden BEM yang terluka ke Rumah Sakit Bhakti Mulia untuk mendapatkan perawatan medis. Berdasarkan keterangan awal dari tim medis, mereka mengalami memar dan luka di beberapa bagian tubuh, serta kemungkinan cedera internal akibat pukulan benda tumpul. Hingga saat ini, kondisi mereka masih dalam pemantauan intensif oleh pihak rumah sakit.

Lihat Juga  Cash Bonanza: Petualangan Mencari Harta Karun Emas

Organisasi mahasiswa mengecam keras tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Mereka menuntut agar pihak berwajib mengusut tuntas kasus ini dan meminta pihak yang bersalah bertanggung jawab.

Tanggapan dari Pihak Terkait

Insiden ini segera menarik perhatian berbagai pihak, termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Beberapa LSM mengutuk kekerasan tersebut dan menuntut penyelidikan mendalam atas pelanggaran HAM para demonstran.

Sementara itu, pihak kepolisian belum memberikan pernyataan resmi terkait insiden ini. Juru bicara kepolisian menyatakan bahwa aparat bertindak untuk menjaga keamanan dan ketertiban. Mereka mengklaim bahwa aparat hanya bereaksi terhadap provokasi dari para demonstran yang berusaha menerobos barikade keamanan.

Dua Presiden BEM

Reaksi Publik dan Media

Insiden ini juga menjadi perhatian besar di media sosial, di mana banyak netizen mengecam tindakan kekerasan terhadap mahasiswa yang hanya ingin menyampaikan aspirasi mereka. Masyarakat ramai-ramai membicarakan tagar #SaveBEMPresidents dan #TolakRUUPilkada di berbagai platform media sosial.

Di sisi lain, media massa terus memberitakan perkembangan kondisi para korban dan menyoroti isu kebebasan berpendapat serta perlindungan terhadap demonstran yang damai. Banyak pihak khawatir bahwa kejadian ini akan memperkeruh hubungan antara pemerintah, aparat keamanan, dan masyarakat, terutama di kalangan generasi muda.

Penutup

Kasus ini kembali menjadi pengingat akan pentingnya menjaga hak asasi manusia dan kebebasan berpendapat dalam sebuah negara demokrasi. Aparat tidak boleh melakukan kekerasan terhadap warga sipil dalam bentuk apa pun. Masyarakat menuntut agar insiden ini segera diselidiki secara transparan. Dan pihak yang bertanggung jawab harus mempertanggungjawabkan tindakan mereka.

Situasi ini juga menekankan perlunya dialog yang lebih baik antara pemerintah, wakil rakyat, dan masyarakat, termasuk mahasiswa, dalam menyelesaikan perbedaan pandangan mengenai kebijakan publik seperti RUU Pilkada. Kita harus mendengarkan dan menghargai suara rakyat, terutama generasi muda, tanpa ancaman atau intimidasi.

Lihat Juga  Rave Party Fever: Ajak Dirimu Berdansa di Antara Gulungan Slot!